Kamis, 02 April 2009

Rabu, 01 April 2009

PUSAT INFORMASI YANG MURAH MURAH YANG DIBUTUHKAN MAHASISWA JAMBI; PERPUSTAKAAN DAPAT MENUNJANG TUGAS MAHASISWA SEBAGAI AGEN SOCIAL CONTROL

PERAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SDM
PERPUSTAKAAN SEBAGAI JANTUNG PENDIDIKAN DI PGT, MAKA SARANA PRASARANA HARUS TERUS DIBENAHI BEGITU JUGA LAYANAN PERPUSTAKAAN HARUS TERUS DITINGKATKAN.

Pendahuluan

Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah mampu melahirkan dan membawa sejumlah dampak serta implikasi tersendiri bagi kehidupan umat manusia. Baik dalam cara berfikir, berprilaku maupun dalam kegiatan kerja sehari-hari, manusia tidak lepas dari terpaan pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dimungkinkan, disamping sifat yang kohesif pada iptek itu sendiri juga dimungkinkan karena pengaruh ledakan informasi yang kian hebat.
Dalam menghadapi pengaruh iptek dengan ledakan informasi tersebut, maka Perguruan Tinggi (PGT) diharapkan memainkan peranannya, dimana dari PGT ini, dapat melahirkan kaum elit intelektual yang mampu mengadakan “transfer of technology” juga mampu mengadakan perubahan-perubahan. Karena itu, dalam Kebijaksanaan Dasar Pengembangan Pendidikan Tinggi (KDPPT) dikatakan: pendidikan tinggi harus dapat menghubungkan keadaan sekarang dan masa depan, harus dapat mengusahakan ditemukannya arah modernisasi yang dituju yaitu menuju kepada pembangunan masyarakat dikemudian hari. Sehubungan dengan persoalan tersebut maka jelas dipundak PGT diemban sebagai salah satu sarana pembangunan manusia kini dan masa mendatang. Oleh karena itu PGT sebagai pemegang Tri Dharma, mempunyai kewenangan untuk mencari hal baru yang dapat memberikan sumbangan kearah terlaksananya proses alih iptek. Selain itu melalui mereka ( baca : Mahasiswa) diharapkan dapat mengarahkan masyarakat Indonesia menuju masa depan yang lebih baik, artinya dari mahasiswa sebagai “agen of social progress” dapat mempersenyawakan kemajuan iptek kaitannya dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Untuk dapat memainkan peran tersebut, sudah selayaknya mahasiswa tidak hanya berpangku tangan saja, melainkan harus berjuang lebih giat dalam belajar serta lebih memperluas pengetahuan dalam memperkaya khasanah pengetahuan mereka. Berkaitan dengan itu, untuk dapat mengembangkan dan memperluas cakrawala pengetahuan tersebut, mahasiswa dapat memperolehnya melalui pusat sumber belajar. Salah satu pusat sumber belajar yang ekonomis, praktis dan demokratis yaitu Perpustakaan.

Perpustakaan Perguruan Tinggi : Pusat Sumber Belajar.

Kehadiran Perpustakaan ditengah-tengah kehidupan PGT adalah untuk membantu memperlancar dan mempertinggi kualitas pelaksanaan program PGT melalui pelayanan informasi. Karena itu Perpustakaan PGT sangat berperan sebagai sarana penunjang pelaksanaan Tri Dharma yaitu dibidang pendidikan dan pengajaran, bidang penelitian dan di bidang pengabdian pada masyarakat.
Dalam menunjang pelaksanaan Program Tri Dharma dibidang pendidikan dan pengajaran, perpustakaan dapat memberikan informasi sesuai dengan kurikulum atau program akademis di PGT itu sendiri, sekaligus memperkaya pengetahuan dosen dan mahasiswa, mempertinggi kualitas pengajaran dosen dan mempertinggi hasil belajar mahasiswa. Pelaksanaan dibidang penelitian, peranan Perpustakaan PGT dapat menyediakan informasi yang relevan sebagai sumber referensi bagi suatu penelitian. Dan pelaksanaan dibidang pengabdian pada masyarakat perpustakaan PGT dapat berperan sebagai penyebarluasan informasi hasil penelitian ilmiah, merupakan bahan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
Berdasarkan hal tersebut jelas konsekwensinya isi koleksi Perpustakaan PGT harus mencearminkan fungsi dan program PGT yang bersangkutan. Untuk menentukan berhasil tidaknya suatu misi perpustakan hal ini akan mencakup berbagai faktor. Ingat bahwa fungsi Perpustakaan PGT adalah “….the prime fungction of the university library is to provide facilities for study and research for member of us owan institution.” ( James Thomson : 1970). Dengan demikian keberhasilan pemanfaatan dan pendayagunaan perpustakaan oleh para mahasiswa, bukanlah suatu system yang berdiri sendiri, melainkan tergantung pada berbagai faktor antara lain adalah faktor koleksi relevansinya dengan kurikulum, system pengajaran dan tenaga perpustakaan. ( baca : Pustakawan).

Faktor Koleksi

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa Perpustakaan PGT adalah merupakan penunjang Program Tri Dharma. Oleh karena itu perpustakaan harus berperan sebagai “learning resource center,” maka koleksi perpustakaan harus selaras dengan kurikulum yang jadi anutan di PGT yang bersangkutan, tetapi juga harus ada relevansinya dengan perkembangan iptek serta sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Tanpa adanya keselarasan ini, akan sulit mewujudkan fungsi dan peran perpustakaan sebagai penunjang program Tri Dharma PGT.

Faktor system pengajaran.

Agar koleksi perpustakaan dimanfaatkan oleh para mahasiswa, hanya akan terwujud apabila ditunjang dengan bentuk pengajaran yang baik pula, yaitu pengajaran tidak bersifat satu arah atau otoriter. Dalam bentuk pengajaran otoriter mahasiswa hanya jadi pendengar yang aktif cukup dosen saja. Metode seperti ini tidak menguntungkan karena seolah-olah mahasiswa dianggap cukup menelan mentah-mentah apa yang diajarkan oleh dosen tersebut, atau ditambah lagi bila hanya cukup menghapal diktat yang ditulis oleh dosen bersangkutan. Dalam keadaan demikian bagaimana mahasiswa bisa datang ke perpustakaan untuk memperluas dan memperkaya pengetahuannya.? Jadi untuk dapat dimanfaatkan koleksi perpustakaan oleh mahasiswanya, selain bentuk pengajaran dengan CBMA ( baca : Cara Belajar Mahasiswa Aktif), tetapi kerjasama antara dosen dan pustakawan PGT harus dibina, agar perpustakaan dapat didayaguknakan secara maksimal sesuai dengan program kurikulum bersangkutan.
Dengan metode mengajar yang menjadikan suasana dialog antara dosen dan mahasiswa, mau tidak mau, mereka akan sama-sama mempersiapkan diri untuk beradu argumentasi. Disamping itu dosen harus tetap terbiasa memberikan tugas kepada mahasiswa dengan topik tertentu yang dapat dikembangkan dengan referensi yang ada di perpustakaan. Dengan demikian, selain materi kuliah bisa dikuasai mahasiswa , tetapi juga akan dapat menambah dan memperluas cakrawala berfikir mahasiswa kearah yang konstruktif, sehingga akhirnya misi PGT sebagai pengemban Tri Dharma dapat tercapai.

Faktor Tenaga Perpustakaan

Kemampuan tenaga perpustakaan ( Pustakawan) PGT agar dapat meningkatkan pengetahuan pemakainya diperlukan pustakawan yang professional, yaitu pustakawan yang mempunyai cakrawala berfikir yang luas, yang mengerti dan memahami situasi dan kondisi para pemakainya. Selain itu pustakawan harus menyadari tugasnya, karena akan membantu pemakai khususnya para mahasiswa dalam mencari informasi yang dibutuhkannya. Bahkan pustakawan harus mampu mengikuti perkembangan iptek dan mengaplikasikan teknologi informasi dalam pengelolaaan informasinya. Para mahasiswa datang ke perpustakaan karena memerlukan informasi. Mereka bertanya tentang berbagai masalah di perpustakaan tentu pada pustakawan. Kalau pustakawannya acuh tak acuh untuk menjawab atau tidak mau menunjukkan informasi itu disimpan, apalagi mengatakan tidak tahu. Hal ini akan menjatuhkan citra perpustakaan itu sendiri. Pustakawan PGT sudah seharusnya tidak mengatakan tidak tahu, walaupun memang ia tidak tahu. Maksudnya pustakawan harus mempunyai strategi tersendiri untuk menyampaikan ketidaktahuannya dengan mencoba mencarikan jalan keluarnya agar pengunjung bisa mencarinya walaupun bukan di perpustakaan itu sendiri. Pustakawan harus dapat menetapkan dan menyediakan informasi baru, informasi yang sesuai dengan arus “ledakan iptek” yang setiap harinya terus berubah, sehingga dapat memuaskan kebutuhan pemakainya. Jadi pustakawan bukan hanya menyelanggarakan peminjaman buku, tetapi lebih dari itu pustakawan harus dapat menyediakan informasi berupa indeks, Katalog induk dari berbagai perpustakaaan, abstrak, jasa silang layan informasi, jasa penelusuran baik manual maupun elektronik, jasa informasi yang terseleksi dan lain sebagainya. Apalagi sekarang yang serba digital, dengan HP saja orang sudah mudah mendapatkan informasi, karena itu internet sudah seharusnya ada diperpustakaan, karena perpustakaan digital atau perpustakaan elektronik sudah seharusnya diterapkan di Perpustakan PGT di Indonesia, kalau tidak bangsa kita akan jauh tertinggal dengan bangsa lain.
Dengan tenaga kerja ( Pustakawan) Perpustakaan PGT tersebut, akan dapat berfungsi dan berperan sebagai penunjang kurikulum sekaligus dapat menunjang PGT sebagai pengemban Tri Dharma. Sehingga akan menentukan kualitas pelaksanaan pelayanan perpustakaan.
Akhirnya peran perpustakakaan sebagai pusat sumber belajar akan dapat menunjang studi mahasiswa, terutama dalam menambah dan memperluas cakrawala pengetahuan, akan dapat melahirkan kaum intelektual pembangunan yang dapat melahirkan sumber daya manusia berkualitas serta membangun masyarakat dan lingkungannya. sekaligus melahirkan generasi yang berani merintis jalan baru dalam pembangunan bangsa.
( Penulis : Iswara Rusniady : Pustakawan Perpusda Jambi)
di 08:42 Diposkan oleh pustakawan 0 komentar
MASIH BANYAK KARYA BUDAYA YANG BELUM DI SERAHKAN PADA BADAN PERPUSTAKAAN PROVINSI JAMBI MAUPUN KE PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
Dalam upaya untuk menyelamatkan dan melestarikan hasil budaya bangsa atau budaya daerah yang berupa karya cetak dan karya rekam. Pemerintah telah mengeluarkan perundangan dan peraturan pelaksanaan dalam upaya melestarikan budaya bangsa tersebut, yaitu adanya UU No.4 Tahun 1990 tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam, PP No.70 Tahun 1991 tentang pelaksanaan UU No.4 Tahun 1990, PP No. 23 Tahun 1999 tentang pelaksanaan serah simpan dan pengelolaan karya rekam film cerita atau film dokumenter, bahkan hampir tiap Provinsi telah ada yang telah menerbitkan Perda dan Instruksi Gubernur tentang wajib serah simpan karya cetak dan karya rekam.
Untuk Pemerintah Provinsi Jambi, telah diterbitkan Instruksi Gubernur Jambi No.3 Tahun 2006, hal ini untuk memperlancar upaya pengumpulan dan pelestarian karya budaya bangsa, terutama yang diterbitkan atau direkam di daerah tersebut. Namun sekarang masalahnya, masih banyak diantara penerbit dan pengusaha rekaman (industri rekaman) banyak yang belum menyerahkan karya cetak dan karya rekam tersebut. Begitu juga penerbit dan pengusaha rekaman yang ada di wilayah Provinsi Jambi masih banyak yang tidak menyerahkan, jika menyerahkanpun mereka umumnya tidak secara rutin. Hal ini barangkali menjadi tugas dari Perpustakaan Nasional RI dan Perpustakaan Daerah yang ada di Provinsi untuk mengantisifasi hal ini.
Badan Perpustakaan Provinsi Jambi yang berkedudukan di Ibukota Provinsi, salah satunya mempunyai tugas untuk menghimpun, menyimpan, melestarikan dan mendayagunakan karya cetak dan karya rekam yang dihasilkan di daerah dalam wilayah Provinsi Jambi. Badan Perpustakaan Provinsi Jambi sebagai salah satu Institusi pemerintah Provinsi Jambi yang diberi tugas oleh UU No.4 Tahun 1990, yaitu mengatur kegiatan serah simpan karya cetak dan karya rekam di daerah Jambi, dalam pelaksanaannya mengalami berbagai hambatan dan permasalahan, diantaranya masih belum optimalnya penyerahan karya cetak dan karya rekam yang dihasilkan para penerbit maupun industri rekaman yang ada di daerah Jambi, masih banyak penerbit, baik penerbit pemerintah, penerbit swasta maupun pengusaha rekaman/industri rekaman, banyak yang belum memenuhi kewajibannya yaitu menyerahkan setiap karya yang dihasilkannya kepada Perpustakaan Nasional RI dan Badan Perpustakaan Provinsi Jambi.
Berbagai upaya yang dilakukan Badan Perpustakaan Provinsi Jambi dalam mengoptimalisasikan pelaksanaan UU No.4 Tahun 1990, telah dilakukan kegiatan sosialisasi/penyuluhan ditiap Kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi, dalam pelaksanaan sosialisasi tersebut melibatkan instansi terkait yaitu dari Kejati dan Polda Jambi, melakukan pemantauan dan pelacakan pada setiap penerbit, baik itu penerbit pemerintah, penerbit koran di daerah, serta pada para pengusaha rekaman yang ada di daerah.Selain itu juga telah dilakukan, pemberitaan /iklan wajib serah simpan melalui media massa, baik media cetak maupun media elektronik, penyebaran brosur, stiker, foster, pembuatan billboard dan sebagainya. Namun hasilnya masih belum menunjukan hasil yang memuaskan. Karena dalam UU NO.4 Tahun 1990 disebutkan bahwa setiap penerbit maupun pengusaha rekaman diwajibkan untuk menyerahkan dari tiap judul buku yang diterbitkan wajib diserahkan ke Perpustakaan Nasional RI 2 eksemplar/buah, ke Perpustakaan Daerah Provinsi 1 eksemplar, begitu juga pengusaha rekaman, dari setiap rekaman yang dihasilkan diwajibkan diserahkan 1 buah ke Perpustakaan Nasional RI dan wajib diserahkan ke Perpustakaan Daerah Provinsi 1 buah.
Disamping itu juga, untuk mensinergikan/mengkoordinasikan, harmonisasi hubungan antara Pemerintah Pusat ( Perpustakaan Nasional RI ), Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi Jambi, untuk menyamakan persepsi, pola pikir, dalam implementasi Pelaksanaan UU No.4 Tahun 1990, agar hasil budaya masyarakat sebagai khasanah budaya daerah berupa karya cetak dan karya rekam, dapat dihimpun dan diserahkan ke Badan Perpustakaan Provinsi Jambi, untuk meningkatkan pelaksanaan “law enforcement” terhadapa wajib serah simpan karya cetak dan karya rekam di daerah/wilayah Provinsi Jambi, dan untuk menginventarisasi permasalahan dan masukan dalam implementasi pelaksanaan UU No.4 Tahun 1990, telah dilakukan Rapat Koordinasi Pemantauan dan evaluasi Pelaksanaan UU No.4 Tahun 1990 tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam di Provinsi Jambi, yang melibatkan Tim Koordinasi Pemantau tingkat Provinsi, yaitu unsur dari Polda, Kejati, SPS, Penerbit buku pemerintah/swasta, Dinas kebudayaan dan parawisata, Biro Hukum dan Humas Pemprov. Jambi, termasuk Badan Perpustakaan Provinsi Jambi, telah mengadakan Rakoor yang mengundang perwakilan penerbit/pengusaha rekaman di daaerah kabupaten/kota, para kabag.. Hukum/humas pemda Kab./kota, dan para Kepala Perpustakaan Umum Kab/kita dalam Provinsi Jambi. ( Lihat rumusan hasil rakor pemantauan dan evaluasi pelaksanaan UU No.4 Tahun 1990, yang diakan Badan Perpustakaan Provinsi Jambi, tanggal 6 Desember 2007). Namun inipun masih belum menunjukan optimalnya penyerahan karya cetak dan karya rekam yang dihasilkan di daerah. Dengan dasar itu juga, Perpustakaan Nasional RI Tahun 2008 yang lalu mengadakan Rakoor Kegiatan Deposit tingkat Nasional, yang diadakan di Hotel Aston Jakarta pada tanggal 29-31 Oktober 2008. ( Penulis : Iswara Rusniady )

ANAK MUDA JAMBI BUKAN TAK SUKA MEMBACA , TAPI KURANG SARANA INFORMASI MURAH; MARI KITA BANGUN PERPUSTAKAAN DI PROVINSI JAMBI

Alternatif menciptakan generasi berkualitas yaitu dengan gerakan gemar membaca dan gemar belajar.
Sarana perpustakaan harus dihadirkan.

Masyarakat sekarang bebas memilih dan memanfaatkan informasi, baik melalui media cetak maupun media rekam (media elektronik). Karena memang penyajian informasi banyak tersebar dan mudah diakses masyarakat, tetapi tentunya hal ini baru terasa dan dirasakan masyarakat yang tinggal diperkotaan, bagaimana dengan masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran atau dipadesaan? Bagaimana masyarakat bisa membeli surat kabar, majalah, atau menggunakan internet, daya beli mereka sangat kurang, bahkan tidak ada sama sekali. Jangankan untuk membeli surat kabar, majalah atau menggunakan internet di warnet untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari juga susah. Kalau demikian mau apa, kapan kemajuan akan dicapai. Kapan mereka akan dapat berpartisifasi dalam pembangunan, kapan mereka dapat kesejahteraan yang cukup layak? Belum lagi kondisi sosial dan penghidupan masyarakat yang serba masih kekurangan, karena memang masyarakat sekarang susah, malah sudah kerjapun banyak perusahaan yang sudah mem PHK para pekerja. Kalau sudah demikian, ini tugas siapa. ?
Negara menjamin pendidikan yang layak dan Negara menjamin tiap orang harus mempunyai pekerjaan yang layak bagi kemanusian. Tetapi kenyataan yang dihadapi sulit untuk mengukur. Karena yang sudah mencukupi pendidikanpun kenyataan masih banyak yang kesulitan mendapatkan pekerjaan. Konsekwensi dari semua ini, tidak sedikit dari mereka berusaha mencari duit dengan jalan pintas, yang sudah tentu bila terus dibiarkan akan menimbulkan permasalahan baru, yaitu menimbulkan kerawanan sosial, ahirnya mengganggu keamanan ketertiban masyarakat.
Kebanyakan masyarakat masih merasakan himpitan hidup dan penghidupan yang cukup berat, belum lagi berfikir berapa biaya untuk anak sekolah, yang memerlukan biaya buku, pakaian seragam, alat tulis belajar dan lain sebagainya, yang semakin tinggi anak sekolah, semakin tinggi pula biaya yang harus dikeluarkan, kalau dihadapkan pada permasalahan hidup yang komplek, membutuhkan suatu solusi dan partisifasi dari berbagai pihak,bukan tugas pemerintah saja tetapi tugas masyarakat yang peduli terhadap pendidikan dan kemajuan bangsa dan masyarakatnya.
Memang kewajiban belajar telah dihembuskan pemerintah, bahkan pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden SBY telah menetapkan APBN untuk sektor pendidikan tahun 2009 ini sebesar 20 % , bahkan diikuti Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan APBD untuk sektor pendidikan ini 20 % bahkan ada yang lebih dari itu. Hal ini tentunya dalam rangka untuk meningkatkan kualitas SDM, dan menghendaki agar setiap anak Indonesia wajib untuk memperoleh pendidikan yang layak, karena kalau tidak bangsa kita akan tetap tertinggal oleh bangsa lain. Karena itu sarana dan prasarana sekolah tentu harus segera disiapkan dan segera dihadirkan. Salah satu sarana belajar yang ekonomis, praktis, dan demokratis yang dapat memenuhi kebutuhan belajar dan kebutuhan membaca anak, seperti perpustakaan sekolah, harus segera dibangun dan segera disiapkan koleksi bahan pustakanya. Kalau memang mutu pendidikan di Negara kita mau meningkat.
Kehadiran perpustakaan di sekolah, akan sangat membantu para orangtua/masyarakat, karena dengan bahan pustaka yang tersedia di Perpustakaan, sedikit banyak akan dapat meringankan beban mereka. Melihat kenyataan yang ada dilapangan, terutama yang dirasakan masyarakat yang tinggal dipinggiran kota dan dipadesaan, sarana dan prasarana pendidikan yang serba terbatas, bagaimana anak mau membaca buku, karena buku yang mau dibacanya tidak ada, karena ruang perpustakaan sekolah tidak ada, apalagi koleksi buku perpustakaannya, bagaimana mau menggunakan internet, listrik dan komputer juga belum ada, kalaupun ada listrikpun sering mati, buku pelajaran yang wajib dimiliki juga sulit didapat, apalagi kalau tetap sekolah menuntut pembiayaan yang cukup tinggi, akan menambah beban dari orang tua. Walau sekarang ada dana BOS, tetapi sejauhmana dengan dana bos itu, dapat dirasakan masyarakat yang tinggal di daerah kota pinggiran/padesaan.?
Tampaknya usaha pemerintahpun tetap harus dilakukan dan digelorakan lagi, terutama pencegahan anak putus sekolah, pencegahan buta hurup atau buta aksara, pencegahan agar masyarakat tidak kekurangan sumber informasi dan usaha-usaha pencegahan lainnya. Disamping itu juga, perlu terus diupayakan, untuk mendorong konstribusi dan partisifasi masyarakat (sektor usaha) untuk memajukan pendidikan. Karena memang tugas memajukan pendidikan ini tugas yang sangat berat, karena itu perlu pemecahkan permasalahan yang melingkupi masalah kewajiban belajar dan kewajiban meningkatkan kualitas SDM masyarakat, hal ini tentunya perlu dicarikan solusi agar dapat dipecahkan oleh semua elemen bangsa. Kalau terus dibiarkan, mutu pendidikan di Negara kita akan terus tertinggal oleh Negara lain.
Kalau kita tilik persoalan tersebut, penulis mengambil fokus pada bagaimana agar masyarakat tidak kekurangan sumber informasi atau sumber belajar? Kalau kita liat Negara lain, kenapa masyarakat di Negara lain ekonomi masyarakatnya demikian maju dan sejahtera, kenapa mereka dapat memperoleh pendidikan gratis, yang benar-benar gratis. Memang kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari berapa besar masyarakatnya sudah terinformasi atau sudah terbiasa membaca, serta memperoleh pendidikan secara gratis. Dalam arti kata, peradaban suatu bangsa dapat diukur dari berapa besar masyarakatnya sudah terbiasa membaca dan mudah mengakses informasi, masyarakat disana sudah terjamin kesediaan informasi (sarana bacaan dan penggunaan teknologi informasi) oleh pemerintah, dan partisifasi dari masyarakat untuk menyediakan informasi demikian tinggi. Masyarakat disana sudah biasa melakukan aktifitas dengan pemanfaatan teknologi informasi. Bagaimana dengan kondisi bangsa kita?
Sebenarnya bangsa kita, terutama pelajar dan mahasiswa bukan berarti malas membaca dan belajar, tetapi karena sarana dan prasarana belajar masih sangat kurang, walaupun ada sarana tetapi masih dirasakan sangat mahal dan sangat kurang. Sedangkan bangsa lain, pelajar dan mahasiswanya jauh lebih agresif minat baca dan belajarnya, karena sarana bacaan/sarana belajar tersedia dimana-mana, selain itu pengaruh lingkungan masyarakatnya mendukung. Dan pelajar dan mahasiswanya terus dipacu disetiap jenjang pendidikan dengan pemenuhan sumber informasi ( baca : sumber belajar), karena terus berkembang dan ditingkatkan disetiap jenjang sekolah, dan disetiap jalur pendidikan.


Perpustakaan sebagai sarana belajar dan sarana meningkatkan kualitas hidup.

Kalau kita perhatikan dari masyarakat yang berkunjung dan membaca di Perpustakaan Umum yang ada di Provinsi atau yang berkunjung ke Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota, kebanyakan dari kalangan kampus, yaitu para mahasiswa, kemudian dari para pelajar, pegawai yang melanjutkan kuliah lagi, dan sangat sedikit dari unsur masyarakat umum yang datang dan membaca di Perpustakaan. Hal ini tentunya perlu dikaji lebih jauh kenapa dari kalangan masyarakat umum kurang sekali memanfaatkan jasa layanan perpustakaan. Apa karena masyarakat kita sudah sangat sibuk beraktifitas, sehingga tidak ada waktu untuk datang dan membaca di perpustakaan. Atau karena memang masyarakat kita tidak suka membaca? Disamping itu, sepanjang pengamatan selama ini, dengan layanan perpustakaan keliling atau mobil pintar, terutama yang melayani masyarakat yang tidak bisa datang berkunjung ke Perpustakaan umum Daerah. Kebanyakan yang memanfaatkan perpustakaan keliling itu, adalah anak-anak dan ibu-ibu. Apa karena ibu-ibu dan anak, lebih banyak waktu untuk membaca, sedangkan bapak kurang ada waktu, karena kerja seharian.? Inipun barangkali perlu dikaji lebih jauh, apa karena memang tidak ada waktu untuk membaca, atau karena sibuk bekerja, atau memang motivasi untuk membaca dikalangan bapak kurang atau karena buku yang dibawa perpustakaan keliling tidak ada yang cocok dengan kebutuhan bapak? Atau mungkin juga perpustakaan keliling harus datang hari minggu atau malam hari?
Menyediakan waktu untuk membaca, walau sebentar sangat perlu, jika tidak ingin ketinggalan informasi. Sebenarnya kalau kita terbiasa dengan membaca, sekali tidak membaca terasa akan ada yang kehilangan, seperti kalau kita sudah terbiasa membaca surat kabar tiap hari, kalau tidak ada loper surat kabar mengantar ke rumah kita sehari saja, tentu kita akan merasa kehilangan. Demikian juga apabila kita sudah terbiasa membaca buku, tentu akan terasa dangkal pengetahuan kita, karena tidak bisa meluangkan sedikit waktu untuk membaca. Membaca memang perlu dibiasakan, dan membaca perlu konsentrasi yang cukup tinggi, bila membaca buku pengetahuan. Sebaliknya kalau hanya membaca buku hiburan/ fiksi, atau majalah dan surat kabar, dengan relaksasi sambil baring juga bisa.
Untuk mendorong tumbuh kembangnya kebisaan membaca dan gemar membaca dan belajar, tentu harus juga dibiasakan di dalam keluarga, apa keluarga mereka suka membaca? Begitu juga apa dilingkungan masyarakatnya apa sudah banyak orang membaca dan memanfaatkan aneka sumber informasi. Karena pengaruh keluarga dan lingkungan tempat tinggal, akan dapat mempengaruhi seorang pelajar/siswa untuk terbiasa membaca di perpustakaan sekolah. Gerakan membaca nasional terus digelorakan pemerintah, namun kenyataan masyarakat masih sangat sedikit yang membaca. Hari kunjung perpustakaan juga telah dicanangkan, tetapi kenyataan masih sedikit orang untuk datang berkunjung dan memanfaatkan koleksi perpustakaan.
Kalau melihat kenyataan yang terjadi dimasyarakat kita, terutama yang berada didaerah dan padesaan, pada umumnya membaca bukan merupakan suatu kebutuhan. Minat baca masih dalam tarap minat baca rekreatif, maka buku yang dibaca masih buku fiksi atau hanya sebatas membaca surat kabar. Tapi tidak ada salahnya, asal membaca surat kabar yang penyajian isi berita bermutu dan mengandung nilai edukatif, tapi yang terjadi masih banyak surat kabar atau majalah, penyajian informasinya masih lebih dominan rekreatifnya. Alangkah bagusnya bila surat kabar atau majalah yang dibaca itu, lebih banyak informasi yang dapat mendidik masyarakat, sehingga dapat menimbulkan motivasi, inisiatif, dan kreatif untuk mempraktekan dari informasi yang dibacanya, Sebenarnya banyak surat kabar atau majalah bermutu dan mengandung nilai edukatif dan informatif, tetapi mungkin hanya beberapa surat kabar/majalah saja. Kebanyakan isi beritanya lebih menonjolkan rekreatif atau hiburan atau kadang hanya bombastis atau berita sensual belaka.
Memang masyarakat kita kebanyakan lebih senang berita gossip atau berita hiburan, daripada berita ilmiah, atau berita yang dapat menimbulkan nilai edukatif. Tetapi tidak mengapa, jangan sekali dilarang, biar mereka membaca daripada tidak sama sekali. Paling tidak dia bisa “ngegosip” dengan tetangga rumahnya atau teman kerjanya, barangkali bisa jadi pembicara yang lebih kreatif. Coba bila dibandingkan dengan yang tidak membaca sama sekali. pembicaraan tumpul, tidak jelas karena sumbernya juga tidak jelas.
Kita kembali pada permasalahan perpustakaan, kenapa tadi perpustakaan kurang pengunjung atau pembaca? Hal ini barangkali salah satunya, bisa juga dari sarana dan prasarananya, bisa dari jumlah koleksi buku yang sangat terbatas, jumlah meja dan kursi baca terbatas, ruangan perpustakaan kecil dan lingkungan perpustakaan kurang bersih. Pengelola ( Pustakawan) tidak ada, kalaupun ada hanya pegawai/petugas biasa yang tidak mengerti bagaimana mengemas informasi, agar dapat dimanfaatkan. Hal inipun dapat mengakibatkan kurang membangkitkan selera untuk berkunjung dan membaca/ memanfaatkan perpustakaan. Karena itu barangkali belum terlambat, perlu penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana perpustakaan, perlu peningkatan kuantitas dan kualitas pengelolanya, agar masyarakat mau berkunjung dan membaca di Perpustakaan. Apa itu Perpustakaan Umum yang ada di Ibukota Provinsi, Pepustakaan Umum yang ada di Kabupatean/Kota, Perpustakaan Umum Desa, Perpustakaan Sekolah, Perpustakaan PGT ataupun perpustakaan Khusus. Koleksi perpustakaan, jumlah koleksinya harus selalu berkembang, dan jumlah judul buku harus variatif, dan menyesuaikan dengan kebutuhan para pemakainya, supaya masyakat dapat memilih buku apa yang digemari/disenangi untuk dibacamya. Karena tiap individu akan berlainan minat dan keperluan hidupnya. Kalau kita menyajikan bahan pustaka yang beraneka ragam, tentu masyarakat akan dapat berkunjung dan akan memilih buku apa yang diminatinya. Dari kebiasaan membaca tentunya nantinya akan dapat melahirkan insan yang gemar membaca dan gemar belajar, dan sudah pasti akan dapat menjadikan insan yang cerdas, menjadikan insan yang produktif, yang pada gilirannya akan dapat menciptakan SDM berkualitas, sehingga dapat berpartisifasi dalam pembangunan bangsa. Dengan telah tertanam kegemaran dan kebiasaan membaca dikalangan para pelajar khususnya dan masyarakat pada umumnya, sudah tentu akan dapat melahirkan pola fikir masyarakat, yang lebih konstruktif dan penuh inovatif, sehingga akhirnya dapat mempraktekan pengetahuan dan keterampilannya, dengan kehidupannya di masyarakat.
Himbauan untuk gemar membaca dan berkunjung ke perpustakaan, sebenarnya bukan hanya tugas pemerintah, sekolah atau perguan tinggi saja, tetapi juga tugas seluruh masyarakat yang peduli akan kemajuan pendidikan bangsa kita. Sektor swasta betapun kecil kontribusinya, untuk meningkatkan pendidikan sangat diharapkan, alangkah baiknya bila sebagian keuntungan dapat membantu memajukan perpustakaan di Indonesia, dapat membantu menciptakan lingkungannya terinformasi, sehingga akan dapat mempercepat meningkatkan mutu kualitas sumber daya manusia. Akhirnya dengan menghadirkan perpustakaan dan terus menggelorakan semangat gemar membaca dan belajar pada para pelajar dan mahasiswa khususnya, dan masyarakat pada umumnya, akan dapat melahirnya generasi seperti Bung Karno dan Bung Hatta, pendiri bangsa kita, maka mulai sekarang benahi perpustakaan di Indonesia, supaya kualitas pendidikan bangsa kita cepat dapat sejajar dengan bangsa lain. Amin. ( Akangzis : Pustakawan Perpusda Jambi ).

MARI KITA GERAKAN MINAT BACA JAMBI DENGAN GERAKAN JAMBI MEMBACA

Dengan Gerakan Jambi membaca akan menciptakan SDM berkualitas
Pemerintah Provinsi Jambi, dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia , berusaha membangun sarana dan prasana pendidikan, baik itu sarana pendidikan formal maupun non formal. Maka tidak heran bila Gubernur Jambi, H. Zulkifli Nurdin menganggarkan APBD Provinsi Jambi tahun 2009 untuk sektor pedidikan di Provinsi Jambi hingga 20 %, begitu juga di Pemerintahan Kabupaten/Kota, malah ada beberapa kabupaten yang lebih dari itu. Hal ini tentunya dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Provinsi Jambi. Sektor pendidikan memang sangat membutuhkan dana yang cukup besar, mengingat setiap anak wajib untuk belajar/sekolah, dari SD s/d SLTP. Dan hal ini tentunya perlu lebih diprioritaskan pada pembangunan sarana dan prasarana belajar mengajar, termasuk penyediaan “learning resource centre, “ kemudian pada prioritas peningkatan kualitas guru atau tenaga kependidikan lainnya. Salah satu sarana “learning resource centre” yang perlu dibangun di setiap satuan pendidikan, baik itu SD, SLTP, SLTA bahkan di PGT, yaitu pembangunan gedung/ruang perpustakaan.
Gedung/ruang perpustakaan di tiap sekolah mutlak diperlukan, jika memang tenaga guru dan siswanya mau meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Kondisi sekarang pada umumnya, sarana membaca dan belajar masih belum diperhatikan, dan apabila hal ini terus dibiarkan, tentu akan memperlambat menciptakan generasi berkualitas. Dengan adanya UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Hal ini membuat konsewensi logis untuk menghadirkan Perpustakaan di setiap jenjang pendidikan, agar ditiap sekolah wajib ada perpustakaan sekolahnya. Mengingat selama ini, perhatian kepada pendirian perpustakaan masih dipandang sebelah mata. Kita maklumi memang membangun suatu perpustakaan membutuhkan dana yang tidak sedikit, karena harus dilengkapi dengan isi perpustakaan itu sendiri, dan memerlukan tenaga pengelola yang terdidik dibidangnya.
Kalau melihat kondisi perpustakaan sekolah, terutama perpustakaan SD masih sangat memprihatinkan, baik yang ada di kota maupun di kabupaten, lebih parah lagi di SD dipadesaan, mungkin tidak mengenal adanya perpustakaan. Yang ada hanya tumpukan buku, yang tersimpan disudut ruangan kelas atau ruangan guru. Memprihatinkan memang pendidikan di Negara kita ini, bagaimana mungkin kualitas sdm meningkat bila tidak ada sarana untuk belajar, tidak ada sarana untuk membaca. Bagaimana menciptakan generasi gemar belajar dan gemar membaca.Kalau perpustakaannya tidak ada. Padahal dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, keberadaan perpustakaan ditiap sekolah diwajibkan. Karena perpustakaan merupakan pusat sumber informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, dan kebudayaan.
Karena itu barangkali prioritas penganggaran untuk membangun gedung perpustakaan sekolah jangan terlupakan. Malah dalam UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, alokasi untuk memperkaya koleksi perpustakaan sekolah, diarahkan harus sekurang-kurangnya 5 % dari anggaran sekolah. Kita perhatikan UU No.43 tentang Perpustakaan, yaitu pasal 23 disebutkan;
(1) Setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki koleksi buku teks pelajaran yang ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan pendidikan yang bersangkutan dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan pendidik.
(3) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengembangkan koleksi lain yang mendukung pelaksanaan kurikulum pendidikan.
(4) Perpustakaan sekolah/madrasah melayani peserta didik pendidikan kesetaraan yang dilaksanakan di lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Perpustakaan sekolah/madrasah mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(6) Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.
Kalau melihat hal tersebut, berarti peserta didik (pelajar) termasuk orangtua, dapat menuntut pihak sekolah karena di sekolah tidak menyelenggarakan perpustakaan. Hal ini dapat membawa konsekwensi logis, karena tuntutan jaman menghendaki keterbukaan informasi, kemudahan mengakses informasi, menggunakan informasi untuk memenuhi keperluan studinya.
Kalau untuk pengembangan perpustkaan sekolah saja sekurang-kurangnya 5 % dari anggaran sekolah, untuk pengembangan koleksi perpustakaannya. Bagaimana dengan kondisi alokasi anggaran pengembangan Perpustakaan Umum Provinsi, Kabupaten/Kota dan Desa?
Dengan demikian, asumsinya sebuah Perpustakaan umum di Provinsi, Kabupaten/Kota dan Desa yang melayani pendidikan masyarakat umum, anggarannya minimal harus 5 % dari alokasi anggaraan APBD sektor untuk pendidikan. Karena Perpustakaan Umum di Provinsi maupun di Perpustakaan Umum di Kabupaten/Kota, melayani seluruh lapisan masyarakat umum, mulai dari ; pelajar, mahasiswa, Pegawai, buruh, pedagang, petani, peneliti, pejabat pemerintah dan berbagai profesi lainnya. Dalam UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan memang tidak dicantumkan secara jelas berapa anggaran untuk Perpustakaan umum yang ada ditingkat Provinsi ataupun yang ada ditingkat Kabupaten/Kota. Walaupun demikian, masih dalam UU tersebut, bila Pemerintah Kabupaten/Kota tidak menghadirkan Perpustakaan Umum, ada pasal yang akan memberikan sangsi bila Pemerintah Kabupaten/Kota tidak membangun Perpustakaan. Hal ini mau tidak mau Pemerintah Kabupaten/Kota, harus mengalokasikan anggarannya untuk pembentukan dan pengembangan perpustakaan. Dan masyarakat dapat menuntut pihak Pemerintah Daerah yang tidak menyelenggarakan perpustakaan. Karena harus ingat juga bahwa, perpustakaan sebagai bagian dari masyarakat dunia ikut serta membangun masyarakat informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dituangkan dalam deklarasi “world summit of information society WSIS,” 12 Desember 2003. Deklarasi WSIS, bertujuan membangun masyarakat informasi yang inklusif, berpusat pada manusia dan berorientasi secara khusus pada pembangunan. Setiap orang dapat mencipta, mengakses, menggunakan, dan berbagai informasi serta pengetahuan hingga memungkinkan setiap individu, komunitas, dan masyarakat luas menggunakan seluruh potensi mereka untuk pembangunan berkelanjutan yang bertujuan pada peningkatan mutu hidup.
Gubernur Jambi, H Zulkifli Nurdin, pada tanggal 19 Mei 2007 telah mencanangkan “Gerakan Jambi Membaca.” Mestinya gerakan ini, harus terdengar gaungnya hingga kabupaten hingga pelosok padesaan. Dalam arti kata, di Pemerintah Kabupaten/Kota hingga desa, termasuk satuan pendidikan dari SD hingga PGT, sudah harus memiliki atau menyediakan layanan Perpustakaan. Karena masyarakat telah digerakan untuk gemar membaca dan belajar dengan tema “Gerakan Jambi membaca” dengan gerakan ini, tentu penyiapan informasi/bahan bacaan harus benar tersedia di Kabupaten/Kota sampai desa, termasuk di tiap tingkatan sekolah. Stimulus dari Pemerintah Pusat ( Perpustakaan Nasional RI) untuk mendukung Gerakan Jambi membaca, sudah diberikan bantuan unit mobil keliling ditiap Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota. Kemudian di tingkat desa, melalui dana APBN Badan Perpustakaan Provinsi Jambi, sebagian desa di Provinsi Jambi sudah diberikan bantuan buku untuk masyarakat desa, diharapkan seluruh desa di Provinsi Jambi dapat bantuan buku untuk mencerdaskan masyarakat jambi. Persatuan Istri Kabinet Bersatu, yang diketuai Ibu Presiden RI, Ibu Ani Susilo Bambang Yudoyono, untuk Provinsi Jambi telah diberikan Motor Pintar dan Mobil Pintar, yang diberikan pada PKK Provinsi Jambi, hal inipun untuk dapat memfasilitasi masyarakat supaya gemar membaca.
Bahkan Gubernur Jambi pada tahun 2008, untuk terus memacu semangat “Gerakan Jambi Membaca” telah memberikan stimulus kepada Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota, dengan bantuan 12 unit Motor keliling, dan 2 Unit Mobil Keliling, melalui anggaran Badan Perpustakaan Provinsi Jambi. Dengan semangat “Gerakan Jambi Membaca” hal tersebut diberikan dalam rangka mewujudkan masyarakat Jambi berkualitas. Kegiatan “Gerakan Jambi membaca” ini pernah diwujudkan dalam bentuk kegiatan talk show Duta Baca Nasional Tantowi Yahya tahun 2007, talk show artis Happy Salma tahun 2008, Lomba baca puisi, cerdas cermat dan bentuk kegiatan lainnya. Nampaknya “prasasti” yang ditanda tangani Gubernur Jambi tentang “ Gerakan Jambi Membaca,” perlu terus digaungkan dengan berbagai kegiatan, bukan hanya oleh Badan Perpustakan Provinsi Jambi atau Kantor Perpustkaan Umum Kabupaten/Kota saja, tetapi oleh seluruh elemen masyarakat jambi yang peduli terhadap kemajuan pendidikan di Jambi, termasuk pihak swasta. Untuk menghadirkan perpustakaan dan ketersediaan informasi, yang dapat diakses oleh masyarakat jambi yang cukup. Mestinya namanya sebuah gerakan, perlu dukungan seluruh sektor pendidikan, sektor kebudayaan dan instansi pemerintah terkait lainnya, dan sektor swasta yang peduli terhadap kemajuan pendidikan dan mencerdaskan anak Jambi, baik di tingkat Pemerintah Provinsi Jambi dan Kabupaten/Kota.
Sektor swasta dapat membantu pemerintah, untuk membentuk Perpustakaan atau membentuk pusat sumber informasi ( baca UU No.43 Tahun 2007) yang dapat dimanfaatkan masyarakat luas, sektor industri swasta di Jambi, bisa membentuk pusat sumber belajar masyarakat atau membentuk Perpustakaan. Hal ini tentu untuk mempercepat terwujudnya masyarakat Jambi cerdas dalam kerangka “Gerakan Jambi membaca.” Bentuk kegiatan “gerakan jambi membaca” dapat bermacam-macam, bisa dengan upacara dilapangan sambil mengikrarkan “Gerakan Jambi Membaca” yang akan membentuk kualitas SDM masyarakat Jambi, bisa dengan membaca buku, majalah, surat kabar rame-rame, tidak boleh ada waktu untuk tidak membaca, anak disekolah pada hari “Gerakan Jambi Membaca” wajib berkunjung dan membaca buku diperpustakaan, dan wajib mengadakan berbagai kegiatan seperti; lomba cerdas cermat, lomba pidato, lomba baca puisi, lomba menulis cerpen, lomba menulis artikel ilmiah, lomba mendongeng /storytelling, lomba bidang studi tertentu dan lain sebagainya, yang mendukung gerakan jambi membaca. Dengan “Gerakan Jambi membaca,” sebenarnya merupakan langkah positif dalam rangka untuk mempercepat meningkatkan kualitas pendidikan di Provinsi Jambi. Tetapi memang untuk sampai kepada “gerakan Jambi membaca,” perlu persiapan yang matang, terutama penyediaan sarana dan prasarana untuk membaca dan belajar, apa sudah tersedia disetiap sekolah atau disetiap jenjang pendidikan sebuah Perpustakaan atau pusat sumber informasi? Sebuah perpustakaan sekolah, bukan hanya disimpannya buku saja, tetapi lebih dari itu harus dapat mengembangkan koleksinya, dan harus bisa mendesain teknologi informasi masuk perpustakaan. Sarana temu kembali atau akses informasi bahan perpustakaan harus sudah tersedia diperpustakaan. Tapi kenyataan sekarang ini perpustakaan sekolah, terutama Perpustakaan SD dan Perpustakaan SLTP masih sangat memprihatinkan. Bagaimana anak mau membaca dan belajar di perpustakaan, kalau bahan pustakanya tidak ada, meja dan kursi yang disediakan terbatas. Sebaiknya sebuah perpustakaan sekolah, harus dapat menampung minimal sejumlah siswa satu kelas, atau sekitar 40 orang, dan sebuah perpustakaan sekolah sebaiknya dilengkapi dengan meja untuk diskusi para siswa dan guru, dimana para guru dapat memanfaatkan perpustakaan sekolah, materi yang didiskusikan berkaitan dengan materi yang diajarkan dikelas, bahan referensinya harus sudah tersedia di perpustakaan sekolah. Sejumlah Perpustakaan sekolah SLTA di Jambi, umumnya agak lumayan baik, bila dibandingkan dengan sejumlah Perpustakaan SD atau SLTP. Tapi keadaan koleksi buku relative masih sangat kurang, begitu juga pengelola yang dapat memberdayakan perpustakaan atau Pustakawannya masih sangat kurang, dan memang koleksi perpustakaan sebaiknya secara rutin perlu penambahan, bukan statis atau tidak ada penambahan sekali. Dari anggaran 10 % dari belanja sekolah, memang perlu diperioritaskan untuk pengembangan dan pembinaan perpustakaan sekolah, bila memang menginginkan kualitas pendidikan di Provinsi Jambi meningkat. Dengan “Gerakan Jambi Membaca,” yang telah dicanangkan Gubernur Jambi, harus dapat memotivasi untuk mempercepat hadirnya perpustakaan di setiap satuan jenjang pendidikan, termasuk penyediaan sarana pendidikan masyarakat.
Akhirnya dengan terus menggelorakan “ Gerakan Jambi membaca” diharapkan akan mempercepat terwujudnya Visi Jambi, yaitu menuju masyarakat Jambi; maju, mampu dan mandiri. Sehingga kemajuan, kemampuan dan kemandirian masyarakat Jambi, akan dapat mempercepat pembangunan bangsa.( Akangzis : Pustakawan Perpusda Jambi)